Koagulasi
adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia
sehingga
partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya
gaya grafitasi.
Mekanisme
koagulasi adalah sebagai berikut :
1.
Secara Fisika
Koagulasi
dapat terjadi secara fisik seperti :
a.
Pemanasan, contoh : Darah;
b. Pengadukan,
contoh : tepung kanji;
c. Pendinginan,
contoh : agar-agar.
2.
Secara Kimia
Sedangkan
secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda
muatan, dan penambahan zat kimia koagulan. Ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu:
a. Menggunakan
prinsip elektroforesis;
b. Penambahan
koloid;
c. Penambahan
elektrolit.
Dalam proses koagulasi, stabilitas
koloid sangat berpengaruh. Stabilitas merupakan daya tolak koloid karena
partikel-partikel mempunyai muatan permukaan sejenis (negatif). Bberapa gaya
yang menyebabkan stabilitas partikel, yaitu:
1. Gaya
elektrostatik;
2. Bergabung
dengan molekul air (reaksi hidrasi);
3. Stabilitas
yang disebabkan oleh molekul besar yang diadsorpsi pada permukaan.
Secara
garis besar (berdasrkan uraian diatas), mekanisme koagulasi adalah:
1. Destabilisasi muatan negatif partikel oleh muatan positiF dari koagulan;
1. Destabilisasi muatan negatif partikel oleh muatan positiF dari koagulan;
2.
Tumbukan antar partikel;
3.
Adsorpsi. (Anonymous B, 2010)
Faktor–faKtor
yang mempengaruhi koagulasi :
1. Pemilihan
bahan kimia
Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia,
perlu pemeriksaan terhadap
karakteristik air baku yang akan diolah
yaitu :
a. Suhu;
b. pH;
c. Alkalinitas;
d. Kekeruhan;
e. Warna.
Efek karakteristik tersebut terhadap koagulan
adalah :
a. Suhu berpengaruh terhadap daya koagulasi dan
memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang
dapat diterima;
b. pH
Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap koagulasi. pH
optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan;
c. Alkalinitas
yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik,
pada kasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air,
melalui penambahan bahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu);
d. Makin
rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok.Makin sedikit partikel, makin
jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit
kesempatan flok berakumulasi;
e. Warna
berindikasi kepada senyawa organik, dimana zat organik bereaksi dengan
koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat organik tersbut
berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin sukar tercapai.
2. Penentuan
dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik,
dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis optimum mumgkin bervariasi
sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku,
tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat
tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim
hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang.
3. Penentuan
pH optimum
Penambahan
garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi
hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan diatas. Koagulasi
optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu. Apabila
muatan koloid dihilangkan, maka kestabilan koloid akan berkurang dan dapat
menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Penghilangan muatan koloid dapat
terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam
sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel
elektroforesis maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode.
Jadi, koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid
yang bermuatan positif digumpalkan di katode. Koagulan yang paling banyak
digunakan dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3],
karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan
jenis koagulan lain.
Beberapa contoh koagulasi dalam
kehidupan sehari-hari dan industri (Purba, 2006):
1. Pembentukan
delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur
dengan elektrolit dalam air laut;
2. Pada
pengolahan karet, partikel-partikel karet dalam lateks digumpalkan dengan
penambahan asam asetat atau asam format sehingga karet dapat dipisahkan dari
lateksnya;
3. Lumpur
koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan tawas. Sol tanah
liat dalam air sungai biasanya bermuatan negatif sehingga akan digumpalkan oleh
ion Al 3+ dari tawas (alumunium sulfat);
4. Asap
dan tebu dari pabrik/ industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik
dari Cottrel.
Warna
adalah spektrum yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih).
Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai
contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460 nanometer.
Warna
di dalam air terbagi menjadi dua, yaitu :
·
Warna Sejati
Warna
yang berasal dari penguraian zat organik alami yaitu zat humus (asam humus dan
asam flufik), lignin, dimana merupakan sekelompok senyawa yang mempunyai sifat
– sifat yang mirip. Senyawa ini menyebabkan warna di dalam air sukar
dihilangkan terutama jika konsentrasinya tinggi dan memerlukan pengolahan
dengan kondisi operasional yang khusus/ berbeda dengan pengalihan warna semu.
Karakteristik
warna sejati pada air :
a. Air
berwarna kuning terang sampai coklat-merah;
b. Air
relatif jernih;
c. pH
air relatif rendah, dibawah 6 (rata-rata 3-5) oleh karena itu air dengan pH
< 4,5 tidak mengandung
alkalinitas.
·
Warna Semu
Warna
semu adalah warna yang disebabkan oleh :
a. Partikel
– partikel penyebab kekeruhan (tanah, pasir, dll);
b. Partikel/
dispersi halus besi dan mangan;
c. Partikel
– partikel mikroorganisme (algae/lumut);
d. Warna
yang berasal dari pemakaian zat warna oleh industri (tekstil, pengrajin batik,
pabrik kertas, dll).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar