Sabtu, 21 Juli 2012

Analisis Deterjen


Deterjen merupakan pembersih sintesis yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibandingkan dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen memiliki keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak mempengaruhi kesadahan air (Anonymous A, 2010).
Bahan-bahan kimia pembuat deterjen (Anonymous A, 2010) :
1.   Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung yang berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan air.
Secara garis besar, terdapat empat katagori surfaktan yaitu :
a. Anionik;
- Alkil benzena sulfunate (ABS);
- Linear alkil benzene sulfunate (LAS);
- Alpha olein sulfunate (AUS).
b. Katonik : garam ammonium;
c.   Non ionik : nonly phenol polyethoxyle;
d. Amphoterik : acyl ethylenediamines.
2.   Builder (pembentuk)               
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci surfaktan degan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air.
a. Phosphates : sodium tri poly phosphate (STPP);
b. Acetates;
- Nitril tri acetate (NTA);
- Ethylene diamine tetra acetate (EDTA).
c. Silicates : zeolith;
d. Citrates : citrate acid.
3.   Filler (pengisi)
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contah : sodium sulfate.
4.   Additives
Additives adalah bahan suplemen/tambahan untuk pembuatan produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lagi untuk mengkomersialkan produk.
Contoh : enzyme, borax, sodium chlorida, corboxy methyl cellulose (CMC).
Menurut struktur kimia, molekul surfaktan dibedakan menjadi dua yaitu rantai bercabang (alkil benzen sulfanat atau ABS) dan rantai lurus (linear alkil sulfanat atau LAS). Sifat deterjen ABS merupakan jenis surfaktan yang ditemukan dan digunakan secara luas sebagai bahan pembersih yag berasal dari minyak bumi. Jenis ini mempunyai sifat yang tidak diuraikan oleh bahan-bahan alami seperti mikroorganisme, matahari dan air (Anonymous B, 2010).
Banyaknya percabangan ABS ini menyebabkan kadar residu ABS sebagai penyebabnya terjadi pencemaran air. Sedangkan untuk deterjen LAS merupakan jenis surfaktan yang lebih murah diuraikan oleh bakteri. Deterjen LAS mempunyai kemampuan berbusa 10-30% bahan organik aktif. LAS juga dapat menghilangkan busa yang dapat hilang secara berangsur-angsur sehingga tidak menggangu lingkungan. Akan tetapi bahan polifosfat dalam deterjen menghasilkan limbah yang mengandung fosfor sehingga menyebabkan eutrofikasi (Anonymous B, 2010).
Menurut kandungan gugus aktif maka deterjen diklasifikasikan sebagai berikut (Anonymous A, 2010) :
1. Deterjen keras
Deterjen jenis keras sukar dirusak mikroganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibat zat tersebut masih aktif.
2.  Deterjen lunak
Deterjen jenis lunak bahan penurunan tegangan permukaan mudah dirusak oleh mikroganisme sehingga tidak aktif lagi bila dipakai.
Proses eutrofikasi di perairan terjadi karena deterjen dengan menggunakan kandungan fosfor makin marak digunakan dalam kalangan masyrakat. Akibatnya banyak sungai-sungai di kota besar terjadinya peledakan enceng gondok. Untuk memecahkan masalah ini, saat ini telah dikembangkan deterjen-deterjen dengan kandungan fosfor yang rendah (Anonymous C, 2010).
Deterjen sintetis disebut juga dengan sindet, yaitu pengganti sabun yang terdiri dari (Syafila, 1994):
1. 20-30 % surfaktan;
2.   70-80 % builder : Na2SO4, sodium tripolitistat, sodium pirosulfat, dan sodium     silikat.
Deterjen di kota-kota besar, tidak hanya dipakai dalam rumah tangga kelas atas, namun masyarakat menengah ke bawahpun telah akrab dengan pembersih buatan ini. Pemakaian deterjen ini dapat berdampak buruk pada kualitas lingkungan perairan disekitar pemukiman. Sehingga sungai-sungai yang menjadi sumber baku bagi perusahaan air minum dapat tercemar bahan berbahaya dan beracun yang dapat merugikan kesehatan (Anonymous D, 2008).
Deterjen ada yang bersifat kationik, anionik maupun nonionik. Semuanya membuat zat yang lipolifik mudah larut dan menyebar diperairan. Selain itu, ukuran zat lipolifik menjadi lebih halus, sehingga mempertinggi intensitas racun. Deterjen juga mempermudah absorbsi racun melalui insang. Deterjen ada pula yang bersifat persisten, sehingga terjadi akumulasi. Seperti halnya dengan DDT, deterjen jenis ini sudah tidak boleh digunakan lagi (Slamet, 1983).
Prinsip metode spektrofotometri, sampel menyerap radiasi (pemancaran) elektromagnetis, yang pada panjang gelombang tertentu dapat terlihat. Larutan tembaga misalnya berwarna biru karena larutan tersebut menyerap warna komplementer, yaitu kuning. Semakin banyak molekul tembaga per satuan volume, semakin banyak cahaya kuning diserap, semakin tua warna biru larutannya (Anonymous E, 2011).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar