Deterjen merupakan pembersih sintesis yang terbuat dari
bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibandingkan dengan produk terdahulu yaitu
sabun, deterjen memiliki keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih
baik serta tidak mempengaruhi kesadahan air (Anonymous A, 2010).
Bahan-bahan kimia pembuat deterjen (Anonymous A, 2010) :
1. Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat
aktif permukaan yang mempunyai ujung yang berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe
(suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air
sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan air.
Secara garis besar,
terdapat empat katagori surfaktan yaitu :
a. Anionik;
- Alkil
benzena sulfunate (ABS);
- Linear
alkil benzene sulfunate (LAS);
- Alpha olein sulfunate (AUS).
b.
Katonik : garam ammonium;
c. Non ionik : nonly phenol polyethoxyle;
d. Amphoterik
: acyl ethylenediamines.
2. Builder (pembentuk)
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan
efisiensi pencuci surfaktan degan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan
air.
a. Phosphates : sodium tri poly phosphate
(STPP);
b. Acetates;
- Nitril tri acetate (NTA);
- Ethylene diamine tetra acetate (EDTA).
c. Silicates : zeolith;
d. Citrates : citrate acid.
3. Filler (pengisi)
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan
deterjen yang tidak meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contah :
sodium sulfate.
4. Additives
Additives adalah bahan suplemen/tambahan untuk pembuatan produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna, tidak berhubungan
langsung dengan daya cuci deterjen. Additives
ditambahkan lagi untuk mengkomersialkan produk.
Contoh : enzyme, borax, sodium chlorida, corboxy methyl cellulose (CMC).
Menurut struktur kimia, molekul surfaktan dibedakan menjadi dua
yaitu rantai bercabang (alkil benzen sulfanat atau ABS) dan rantai lurus
(linear alkil sulfanat atau LAS). Sifat deterjen ABS merupakan jenis surfaktan
yang ditemukan dan digunakan secara luas sebagai bahan pembersih yag berasal
dari minyak bumi. Jenis ini mempunyai sifat yang tidak diuraikan oleh
bahan-bahan alami seperti mikroorganisme, matahari dan air (Anonymous B, 2010).
Banyaknya percabangan ABS ini menyebabkan kadar residu ABS
sebagai penyebabnya terjadi pencemaran air. Sedangkan untuk deterjen LAS
merupakan jenis surfaktan yang lebih murah diuraikan oleh bakteri. Deterjen LAS
mempunyai kemampuan berbusa 10-30% bahan organik aktif. LAS juga dapat
menghilangkan busa yang dapat hilang secara berangsur-angsur sehingga tidak
menggangu lingkungan. Akan tetapi bahan polifosfat dalam deterjen menghasilkan
limbah yang mengandung fosfor sehingga menyebabkan eutrofikasi (Anonymous B, 2010).
Menurut kandungan gugus aktif maka
deterjen diklasifikasikan sebagai berikut (Anonymous
A, 2010) :
1. Deterjen keras
Deterjen
jenis keras sukar dirusak mikroganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibat
zat tersebut masih aktif.
2. Deterjen lunak
Deterjen jenis lunak bahan penurunan
tegangan permukaan mudah dirusak oleh mikroganisme sehingga tidak aktif lagi
bila dipakai.
Proses eutrofikasi di perairan
terjadi karena deterjen dengan menggunakan kandungan fosfor makin marak
digunakan dalam kalangan masyrakat. Akibatnya banyak sungai-sungai di kota
besar terjadinya peledakan enceng gondok. Untuk memecahkan masalah ini, saat
ini telah dikembangkan deterjen-deterjen dengan kandungan fosfor yang rendah (Anonymous C, 2010).
Deterjen
sintetis disebut juga dengan sindet, yaitu pengganti sabun yang terdiri dari (Syafila,
1994):
1. 20-30 % surfaktan;
2.
70-80 % builder : Na2SO4, sodium tripolitistat,
sodium pirosulfat, dan sodium silikat.
Deterjen di kota-kota besar, tidak hanya
dipakai dalam rumah tangga kelas atas, namun masyarakat menengah ke bawahpun
telah akrab dengan pembersih buatan ini. Pemakaian deterjen ini dapat berdampak
buruk pada kualitas lingkungan perairan disekitar pemukiman. Sehingga sungai-sungai
yang menjadi sumber baku bagi perusahaan air minum dapat tercemar bahan
berbahaya dan beracun yang dapat merugikan kesehatan (Anonymous D, 2008).
Deterjen ada yang bersifat kationik, anionik maupun nonionik.
Semuanya membuat zat yang lipolifik mudah larut dan menyebar diperairan. Selain
itu, ukuran zat lipolifik menjadi lebih halus, sehingga mempertinggi intensitas
racun. Deterjen juga mempermudah absorbsi racun melalui insang. Deterjen ada
pula yang bersifat persisten, sehingga terjadi akumulasi. Seperti halnya dengan
DDT, deterjen jenis ini sudah tidak boleh digunakan lagi (Slamet, 1983).
Prinsip metode spektrofotometri, sampel menyerap radiasi
(pemancaran) elektromagnetis, yang pada panjang gelombang tertentu dapat
terlihat. Larutan tembaga misalnya berwarna biru karena larutan tersebut
menyerap warna komplementer, yaitu kuning. Semakin banyak molekul tembaga per
satuan volume, semakin banyak cahaya kuning diserap, semakin tua warna biru
larutannya (Anonymous E, 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar